Taman hati

On Rabu, 29 Oktober 2014 0 komentar


Bagai mana rasanya kehilangan orang yang paling kita sayang? tanyakan ini padanya jika ia dapat berkata kata, maka ia akan menjawab, Friska, bocah tegar yang setia menanti secerca kebahagian, ia tinggal dan berbagi cerita bersama kakak tercinta, Nira, dengan keseharian mereka sebagai pedagang asongan.
Mendengar lagu sendu serta sajak yang menusuk kalbu, tak sekali Friska meneteskan air mata sebab mengingatkannya pada kenangan masa lalu yang kelam, dimana ke dua orangtua mereka pergi jauh untuk selamanya, tanpa menyisakan sebuah kata.
Sebagai tuna wicara ia hanya bisa mengekspresikan perasaannya lewat tangis dan senyuman, mungkin nama ayah dan ibu akan membekas selamanya dalam sanubari, berusaha tuk membuka lembaran baru lagi-lagi ia harus terjatuh dalam kenangan itu jua.
Malam pun tiba, ia menatap bintang yang berkedip laksana mutiara bertabur permata, membuat gadis lugu ini tersenyum manis, seperti biasa setiap malam ia harus terlelap sendiri, sebab Nira harus pergi bekerja di rumah pak seto majikannya, maklumlah demi adik tercinta ia harus banting tulang bekerja siang dan malam, yakni sebagai pedagang asongan dan pembantu rumah tangga, “kak bentar lagi ujan, aku takut” kata gadis kecil ini, ia cukup trauma dengan dengan hujan, tak heran karena ia kawatir gubuk reot mereka terendam lagi, “nggak usah takut kakak yakin ujannya gak bakalan datang, percaya sama kakak” kata priska meyakinkan
Dengan gerakan tubuh yang mahir, sembari melangkah meninggalkan Friska dan pergi menuju rumah pak seto.
Tak lama kemudian rintik hujan mulai turun, ditambah dengan riuh petir yang menggema, tak terasa memasuki gubuk mungil gadis tunawicara ini, dengan berusaha keras ia mengeluarkan air dari dalam rumah, mungkin tenaganya tak sekuat itu, lelah, ia bebaring di tempat tidur, dan ditariknya selimut tipis hingga menutupi setengah badan, tak kuat akan derita yang dihadapinya, ia pun meneteskan air mata dengan rasa sedih yang mendalam, “ya tuhan jika nantinya aku telah tiada, bantulah kak nira meniti kerasnya kehidupan” sembari ia terbaring air hujan pun menemggelamkan gubuk penuh kenangan bersama ayah, kakak dan bunda, kini ia akan tinggal di rumah baru, di taman firdaus tanpa seorang kakak tentunya, hingga nanti nira menyusul mereka.
sumber disini

0 komentar:

Posting Komentar