Namaku Renata. Aku adalah perempuan berusia 29 tahun. Mungkin konyol untuk menceritakan tentang kisah hidupku karena dalam hidup aku banyak mengalami kegagalan dan kekecewaaan. Tetapi setidaknya mungkin aku bisa berbagi dan beroleh sedikit kelegaan.
Aku mulai mengingat kisah hidupku disaat usiaku 5 tahun. Ketika kecil aku hidup dengan cukup materi dan kasih sayang. Dibesarkan oleh ibu yang begitu kuat bagiku untuk berlindung, ibu yang mampu menjelaskan berbagai hal yang tak mampu aku mengerti, ibu yang memupuk semangat bagiku dan saudara saudaraku untuk bisa menjalani hidup dengan baik.
Ketika aku beranjak remaja, bisa dikatakan aku memiliki banyak pelajaran yang begitu berharga dalam hidupku. Orangtuaku bercerai, perpecahan yang membuat keluarga kami tidak utuh membuat kehidupan kami goyah. Ibuku memilih tinggal di luar kota bersama dengan lelaki baru pilihannya yang dianggapnya mampu membahagiakannya. Sedangkan aku dan kakak kakak ku memilih tinggal di kota yang telah membesarkan kami, Jakarta. Tentunya bersama papa. Usiaku dan saudara-saudaraku tidak terpaut jauh, itu yang membuat apa yang kami rasakan tidaklah jauh berbeda. Tak jarang kami saling menceritakan kekecewaan kami,kami merasa tidak memiliki tempat bersandar yang cukup, kami merasa begitu kesal, dan pastinya sedih. Kerapuhan yang kami rasakan tak pelak juga dirasakan papa. Entah apa yang terjadi, yang aku tahu papaku mengalami kekacauan dalam hidupnya terutama pekerjaannya. Seketika kami mengalami kebangkrutan. Kami terpaksa meninggalkan seluruh kemewahan dan kenyamanan hidup kami. Oleh karenanya juga lambat laun kami merasa tak mampu menerima kenyataan, kedua kakak lelakiku mulai terjerumus dengan kenakalan remaja. Aku bungsu dari empat bersaudara, aku memiliki 2 orang kakak lelaki dan 1 orang kakak perempuan.
Kehidupan terus berjalan, banyak masalah dan cemooh yang menimpa hidup kami. Tak mampu membayar biaya pendidikan, memiliki banyak hutamg, bahkan kami pun kesulitan untuk makan. Tapi Tuhan mungkin mulai mengasihani kami, kakak perempuanku berhasil menjadi seorang model catwalk yang cukup sukses dalam karirnya. Perlahan kehidupan kami pun mulai sedikit demi sedikit mengalami kemajuan. Aku mampu melanjutkan pendidikanku di universitas swasta ternama di Jakarta. Sungguh bahagia rasanya. Kami pun tidak lagi mengalami kekurangan dalam materi, walau tidak berlebih sekali. Melihat semangat dan kegigihan kakakku bekerja, kami semua pun akhirnya memiliki semangat baru. Papa kembali meniti usahanya dan perlahan melupakan kepahitan hidup yang kami alami.
Tak lama berselang, kesedihan menghampiri kami kembali. Kami harus kehilangan bagian dari anggota keluarga kami yang sangat kami kasihi, yaitu salah satu kakak lelakiku. Aku hanya mampu mengingat penderitaan yang telah bersama kami lalui, dan sekarang dia pergi dan tak akan kembali lagi. Papaku begitu terpuruk dengan kepergian kakak lelakiku, begitu juga dengan ibuku. Kami sebagai anak hanya mampu mencoba menguatkan kedua orangtua kami.
Hari demi hari pun berlalu, tahun demi tahun telah dilalui. Aku lulus sebagai seorang sarjana. Kelulusanku ternyata memiliki makna yang cukup besar bagi keluargaku. Aku mampu melihat ada kebanggan yang cukup besar di mata kedua orangtuaku. Mereka menghadiahiku dengan graduation party yang cukup mengharukan bagiku. Beberapa bulan setelah kelulusanku aku memulai karir ku, jatuh bangun tak mampu kuhindari. Pernah aku mengalami hal hal yang tak mengenakan semasa aku bekerja, tapi tak mematahkan semangat kerjaku. Yang selalu ada dalam benakku hanyalah membahagiakan orangtuaku, dan membayar harapan orang orang di sekitarku.
Memiliki karir yang baik tak cukup bagi orangtuaku, mereka menginginkan aku menikahi orang yang telah dekat denganku selama hampir 7 tahun belakangan. Entah apa yang mendorong mereka merestuiku, padahal kami berbeda keyakinan dan seringkali mengalami banyak bentrokan yang tak menguatkan hubunganku dengan hendra, pacarku. Kami pun akhirnya bertunangan, tapi bukannya hubungan kami lebih baik, justru malah semakin banyak kekecewaan yang aku rasakan. Aku banyak sekali mendengar bahwa hendra menjalin hubungan dengan seorang pria demi karir dan uang. Miris rasanya, hal yang sungguh sulit aku percaya. Sebulan sebelum seharusnya kami melangsungkan pernikahan, papa sakit dan akhirnya pergi untuk selamanya. Aku merasa sangat kehilangan, mengingat papalah orang yang menjagaku sebagai ibu setelah perceraian orangtuaku terjadi.
Sepeninggal papa, aku merasa jauh dikecewakan hendra yang seolah tak lagi perduli denganku. Dan aku akhirnya memilih untuk menggagalkan pernikahanku dengan hendra. Aku mencoba membuang rasa malu yang seringkali menghampiriku atas banyak pertanyaan yang datang, aku pun berusaha menepis perasaanku terhadap hendra. Ya, aku ingin melupakannya dan memulai kembali hidupku yang baru.
Perjalanan yang aku lewati setelah kehilangan papaku tak begitu baik, tak jarang aku merasa sangat sedih. Seringkali aku memutar video ulang tahun yang dibuat beberapa bulan sebelum kepergiannya. Setiap hari aku menghabiskan waktu pagiku di gereja, aku merenung dan berdoa. Aku berharap Tuhan memberikan aku kekuatan dan hal hal baru dalam hidup yang lebih menyenangkan.
Kesedihan tak hanya sampai disitu, beberapa bulan kemudian ibu menyusul papa ke surga. Sepertinya Tuhan sungguh mengujiku. Rasanya seperti kehilangan kedua kaki. Bukan hanya itu, aku pun akhirnya mendapatkan sakit psikis, serangan panik. Dalam ilmu kedokteran dikatakan anxiety atau panic attack. Sungguh sangat menggangu kegiatanku, aku tak mampu pergi ke luar rumah sedirian. Seringkali aku dibayangi oleh perasaan buruk yang sulit sekali aku kontrol. Dan aku mulai merasa kehilangan kehidupanku yang normal. Seringkali komunikasi ku dengan orang orang di sekitarku menjadi tidak baik dan hampir tak pernah sepaham. Banyak orang hanya mengagapku tak mandiri dan berlebihan. Aku berusaha tak memikirkan itu semua, yang aku pikirkan hanya bagaimana keluar dari semua ini dan kembali pada karirku yang telah lama aku abaikan. Lalu aku memulai bisnisku sendiri, hanya dengan waktu yang singkat Tuhan memberiku banyak sekali rejeki. Aku juga dipertemukan oleh seorang teman lama yang tiba tiba saja melamarku. Dan aku menerima tawarannya menikahiku. Namun lagi lagi ternyata aku gagal, kami tidak sejalan. Dan sekali lagi aku merasakan kegagalan itu terjadi.
Dalam kesedihanku saat itu, aku berusaha untuk tetap berdiri tegak dan menjalani hari hariku seperti biasa. Yang kulakukan hanyalah bekerja dan mengembangkan usahaku. Entah kenapa disaat yang tidak tepat aku berselisih paham dengan kakak perempuanku hingga akhirnya aku pun memilih keluar dari kota Jakarta.
Hari hariku dalam pelarianku tak begitu baik. Aku merasa asing dan sangat merindukan keluargaku. Tapi aku hanya bisa berdoa dan terus berusaha hidup lebih baik. Aku pun menjalin hubungan dengan seseorang yang aku anggap cukup baik. Kurang lebih 6 bulan aku di kota pelarianku, bandung. Aku kembali ke Jakarta, bermaksud untuk memohon ijin menikah. Tapi bukan restu yang akhirnya aku dapatkan, melainkan putusnya hubunganku dengan lelaki tersebut. Dan aku hanya bisa berkata, dia bukan jodohku.
Itulah kegagalan demi kegagalan yang pernah aku lewati, kekecewaan datang ketika kenyataan tak sesuai harapan. Tapi mungkin begitulah cara Tuhan mengajarkan aku untuk menguatkan imanku kepadanya. Tuhan memberiku kegagalan dan kekecewaan untuk menggantikannya dengan keberhasilan dan kebahagiaan kelak.
Suatu siang aku mampir ke sebuah café di salah satu mall besar di kota Jakarta ini. Ada seorang pria duduk tak jauh dariku mengamatiku dengan seksama. Aku mengamatinya juga sesaat, laki laki itu tampak pintar dan berkelas. Sejam telah berlalu, dia masih terus memperhatikanku. Karena merasa tak nyaman, aku memutuskan untuk beranjak pergi.
“Boleh saya kenal kamu?”, pria itu tiba tiba saja berdiri di hadapanku
Namanya Reno, dia bekerja di salah satu perusahaan swasta. Dia bilang aku mirip dengan teman lamanya, itu sebabnya dia memperhatikan aku sejak aku datang di café itu. Kami berbicara sekitar 30 menit, dan sebelum berpisah kami saling bertukar nomor telpon.
Beberapa hari kemudian, reno menelponku. Dia berada di Australia untuk pekerjaannya, dia mengatakan padaku bahwa akan kembali ke Jakarta beberapa hari ke depan dan mengajakku untuk makan malam.
Suatu pagi seseorang datang ke rumahku dan mengantarkan buquet bunga yang sangat cantik. Ada sebuah tulisan dalam secaik kertas yang menempel disana “selamat pagi”, hanya itu.
Aneh rasanya, aku tidak tahu siapa pengirimnya.
Malam kencanku bersama reno.. bisa dibilang sangat wow.
Reno ternyata sangat baik dan humoris. Dia juga sangat romantis. Aku mulai takut untuk jatuh cinta padanya.
“Ada seseorang yang ingin bertemu dengan kamu”, ujar reno
“siapa?”, tanyaku
“aku akan memberitahukannya kalau kamu terima lamaranku kelak”
“Maaf, kita baru saja dekat. Aneh rasanya berbicara terlalu jauh”
“Aku tahu kita baru saja kenal, tapi aku sangat tahu banyak tentang kamu. Aku tahu kamu ragu denganku”
Malam itu terasa begitu cepat berlalu. Reno sebenarnya sangat memikat hatiku. Tapi aku tak mau banyak berharap. Seperti batu yang ditetesi air, aku mulai luluh dengan perasaanku pada reno. Aku pun berpacaran dengan reno. Kami melalui hari hari dengan bahagia, reno cukup perhatian dan penyayang. Reno membangkitkan semangatku. Dia memintaku untuk sekolah designer. Entah kenapa dia sangat tahu aku sangat ingin sekolah mode sejak lama, itu cita-cita ku sejak kecil. Dia juga memintaku untuk membuat bisnis butik dan bersedia menjadi investor. Aku sangat bahagia, tapi juga sangat takut. Aku takut kehilangan kebahagiaanku bersama reno. Aku takut menemui kegagalan lagi.
Sudah setahun berlalu, kami masih berpacaran. Walau reno seringkali berada di luar kota sangat tak membuat persoalan bagiku dan dia. Semakin hari aku semakin menyayanginya. Hari ini reno baru saja kembali dari luar kota, dia mengajakku nonton film di bioskop. Kami pun memasuki ruangan studio tempat ditayangkannya film. Kami duduk di bagian tengah. Reno tampak sangat berbeda malam itu, dia tak banyak bicara. Ruang studio saat itu bisa dibilang cukup memiliki banyak penonton, ya tentu saja karena film yang diputar ini mungkin ceritanya cukup bagus.
Lampu studio mulai dimatikan, reno meminta ijin untuk ke toilet. Beberapa iklan muncul di layar, dan aku bersiap memasang mata dan telinga untuk menonton film itu. Namun betapa terkejutnya aku, di layar itu muncul clip foto- foto ku. Aku melihat ke kanan dan ke kiri, semua orang menikmati tayangan itu.
“Hai sayang, aku sudah lama memperhatikanmu. Bukan sejak kita bertemu di café itu. Tapi sejak kamu masih sangat kecil. Kamu mungkin lupa, atau bahkan tak bisa mengingat apapun. Tapi aku masih ingat kamu dulu sering datang ke rumah sepupuku bermain boneka bersama adik sepupuku, fika. Aku ingat kamu begitu lucu bercerita, kamu begitu menarik perhatianku. Aku seringkali datang ke rumah itu hanya untuk melihatmu. Ketika itu kamu kelas 2 SD, dan aku kelas 6 SD. Aku tak pernah datang lagi ke rumah fika karena kami harus pindah keluar kota.
2 tahun lalu aku bercerai dengan istriku. Dan aku memutuskan untuk pindah ke Singapore. Lalu fika datang mengunjungiku dan fabia, anakku. Saat melihat fabia bermain boneka dengan fika. Aku teringat kamu, renata. Aku menanyakanmu kepada fika. Karena penasaran aku mencari tahu tentang kamu. Fika sangat membantuku, oleh karenanya aku tahu banyak hal tentang kamu. Aku tahu kamu sangat takut memutuskan mengenai pernikahan, apalagi usia pacaran dan waktu yang menurut kamu terlalu cepat untuk berbicara pernikahan. Kamu takut aku bukan orang yang tepat, kamu takut gagal. Aku pernah menikah dan gagal. Tapi aku tak takut mencoba untuk bersamamu renata. Aku ingin kamu menikah denganku dan menjadi ibu bagi fabia”, lantunan instrument terdengar sayup sayup. Aku tertegun dan hanya mampu terdiam, sementara aku tak tahu harus berbuat apa. Reno tampak berjalan menyusuri anak tangga bersama dengan putri kecil, mungkin itu fabia. Mereka menghampiriku, aku semakin tegang. Sementara semua orang menatap ke arahku. Aku segera berdiri dan beranjak dari tempat duduk. Aku berusaha menghampiri mereka. Ketika kami saling berhadapan aku tak mampu mengucapkan kata-kata. Aku hanya memeluknya dan tersenyum bahagia. Seketika aku mendengar riuh ramai menanyanyikan lagu happy birthday.. dan sebuah cake besar muncul di depan layar.
“selamat ulang tahun sayang”, reno mencium keningku
Lampu mendadak menyala saat itu dan kulihat banyak orang yang ternyata aku kenali. Teman, sahabat dan keluarga tampak berada di studio itu. Aku sangat bahagia. Kami merayakan ulang tahunku dan acara tukar cincin di studio itu.
“Aku sudah menyiapkan segalanya, kita akan menikah dan berbulan madu di paris. Seperti yang kamu inginkan”
Akhirnya aku menemukan kebahagiaanku. Dan aku menyadari bahwa kegagalan tak pernah selamanya. Keberhasilan dan kebahagiaan akan datang menghampiri. Tuhan memberikannya ketika tepat pada waktunya.
http://cerpenmu.com/cerpen-kehidupan/di-ujung-kegagalanku.html
0 komentar:
Posting Komentar